CERPEN "SEMPAT ASING"
Sempat Asing
Melinda Vivia Anabella
Devan, Naya dan Mely. Tiga orang sahabat yang hampir setiap hari selalu bersama-sama. Rumah kami bertiga saling berdekatan satu sama lain. Bisa dibilang kami adalah tetangga. Umur Devan satu tahun lebih muda dari aku dan Naya. Meskipun ada perbedaan usia, tetapi kami tetap bersahabat tanpa mempermasalahkan hal itu. Setiap hari, kami saling tunggu menunggu untuk berangkat sekolah bersama. Kami pergi ke sekolah menaiki sepeda. Ya, karena waktu itu kami masih duduk di bangku SD.
Saat itu aku dan Naya duduk di kelas 3, sedangkan Devan masih duduk dikelas 2. Saat pulang sekolah, kami bertiga pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat dan akan bertemu kembali pada sore hari ketika mengaji. Jam 3 sore, aku berangkat menuju tempat dimana biasanya aku mengaji bersama teman-teman termasuk Devan dan Naya. Saat jam menunjukkan pukul 5 sore, kegiatan mengaji kami sudah selesai dan kami pun pulang kembali ke rumah masing-masing. Tetapi, saat selesai salat magrib, biasanya kami berkumpul lagi di rumah Naya. Di sana kami bermain permainan tradisional karena pada saat itu masih belum punya handphone seperti sekarang. Biasanya kami memainkan permainan seperti petak umpet, congklak, engklek dan berbagai permainan tradisional lainnya.
Ketika bermain kami selalu keasyikan, terkadang juga sampai lupa waktu hingga larut malam sampai-sampai aku dan Devan dijemput oleh ibu. Kami bertiga selalu saling membantu jika salah satunya ada yang sedang mengalami kesulitan. Seperti pada waktu itu, saat hendak berangkat ke sekolah tiba-tiba sepeda Naya bannya bocor di jalan. Dia terlihat sangat panik, tetapi Devan menenangkannya "udah Nay kamu gak usah panik, nanti sepedamu kita bawa aja ke tukang tambal ban, gak jauh kok dari sini cuma beberapa meter lagi, nanti berangkat ke sekolahnya kamu aku bonceng aja" ucap Devan.
Setelah selesai mengantarkan sepeda Naya ke tukang tambal ban, kami pun langsung menuju ke sekolah. Sesampainya di gerbang kami bertiga diberhentikan oleh guru yang sedang piket, ternyata kami terlambat datang. Guru tersebut memerintahkan kami untuk hormat di bawah tiang bendera sampai bel istirahat berbunyi. Memang sedikit melelahkan, tetapi semua itu kami lakukan dengan ikhlas demi membantu seorang sahabat yang sedang mengalami kesulitan.
Karena Devan adalah satu-satunya laki-laki di antara kami bertiga, dia selalu melindungi aku dan Naya. Meskipun Devan lebih muda tetapi dia sangat pemberani. Aku ingat betul, saat itu kami sedang bermain bola di lapangan dekat rumah. Saat aku menendang bola, ternyata tendanganku terlalu kencang hingga bola itu masuk ke dalam rumah kosong yang ada di seberang lapangan. Aku merasa bersalah dan meminta Naya dan Devan untuk menemaniku sampai di depan rumah kosong saja, dan aku yang akan masuk ke dalam untuk mengambil bolanya.
Belum sempat mengambil bola tiba-tiba aku merinding dan bulu kudukku berdiri, disamping itu aku mendengar suara "Hi...hi...hi...hi...". Dengan perasaan yang sangat takut, aku langsung keluar dari rumah kosong itu lalu menghampiri Devan dan Naya yang sedang berdiri di depan sambil menungguku. " Ada ha..ha...HANTU!!" ucapku kepada mereka dengan suara ketakutan. "Hantu apa sih, siang bolong begini mana ada hantu. Ada-ada saja kamu Mel", saut Devan. Akhirnya Devan lah yang masuk ke dalam rumah kosong untuk mengambilkan bolanya. Seperti apa yang aku katakan, Devan paling berani di antara kami bertiga. Apapun keadaannya kami bertiga selalu menjalankannya bersama, baik itu suka maupun duka. Jika salah satu senang semuanya pun ikut senang, dan jika salah satu ada yang mempunyai kesulitan, pasti kami akan mencari solusi untuk menyelesaikannya.
Hubungan persahabatan kami awalnya baik-baik saja. Sampai pada awal tahun 2020, tepatnya saat aku dan Naya kelas 5 dan Devan kelas 4. Di Indonesia beredar berita mengenai adanya wabah virus covid-19 atau lebih dikenal dengan virus Corona. Sekolah-sekolah dilakukan secara daring. Masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah jika tidak ada kepentingan mendesak, jika ada keperluan yang mengharuskan untuk keluar rumah, harus memakai masker dan berjaga jarak.
Mendengar berita tersebut aku, Naya dan Devan sangat sedih karena kita tidak bisa bertemu dan bermain lagi seperti biasanya. Kami hanya dapat berkomunikasi melalui handphone. Awalnya kami masih dapat menerima aturan tersebut karena awalnya peraturan itu hanya berlaku selama 14 hari saja. Setelah 14 hari berlalu, aturan tersebut bukannya ditiadakan tetapi malah diperpanjang karena penyebaran virus Corona di Indonesia semakin pesat. Begitu pula dengan hubungan persahabatanku dengan Naya dan Devan. Komunikasi kami semakin lama semakin renggang.
Hari demi hari telah berlalu. Akhirnya aku dan Naya telah lulus SD dan masuk ke jenjang SMP. Satu tahun kemudian Devan pun juga lulus SD dan masuk ke SMP. Semenjak lulus kami bertiga sudah sangat jarang berkomunikasi, hampir sama sekali tidak pernah. Ya, karena sibuk dengan urusan masing-masing. Dan sudah punya teman baru juga sih.
1 tahun kemudian wabah covid-19 telah resmi dinyatakan hilang dari Indonesia. Sekolah pun sudah dilakukan secara tatap muka. Aku sudah naik kelas 9 SMP. Ketika di sekolah, aku sering menjumpai Devan dan Naya yang tidak sengaja berpapasan di sampingku. Tetapi mereka sudah bersama temannya masing-masing. Dan aku pun begitu. Di situ kami tidak saling menyapa bahkan seperti orang yang tidak pernah kenal sama sekali.
Di rumah, aku merenung sambil mengingat hal-hal yang pernah aku lakukan bersama Devan dan Naya dulu. Aku sangat sedih melihat kami bertiga telah asing. Padahal dulu kami selalu menghabiskan waktu bersama-sama. Kapan pun, kemana pun dan bagaimana pun keadaannya. Tapi sekarang apa? bertemu di jalan saja kami terlihat seperti orang asing. Aku selalu berpikir apakah kami bisa bersama-sama lagi seperti dulu?. Aku sangat merindukan masa-masa itu. Aku pun berpikir bagaimana caranya agar persahabatanku ini bisa utuh kembali.
Akhirnya pada saat hari raya Idul Fitri, aku mengajak Devan dan Naya untuk bersilaturahmi di rumahku. Dan mereka pun mau. Aku merasa sangat senang karena mereka mau menerima ajakanku. Ketika mereka sudah berkumpul di rumahku, aku mengatakan sesuatu kepada Naya dan Devan. "Nay...,Van... kalian ingat kan dulu kita selalu bersama-sama apapun keadaannya, aku sangat rindu dengan masa-masa itu, apa kalian juga merasakan hal yang sama? dulu kita sudah seperti keluarga, tapi sekarang apa? kita bahkan terlihat seperti orang asing, apa kalian gak pengen kita sama-sama seperti dulu lagi? ". "Aku juga pengen kita bisa seperti dulu lagi", kata Naya.
Setelah mendengarkan perkataanku kami bertiga pun saling meminta maaf satu sama lain dan berjanji akan kembali seperti dulu lagi. Meskipun sekarang sudah memiliki kesibukan masing-masing, tetapi kami bersepakat untuk berkumpul jika ada waktu luang. Aku sangat senang akhirnya tiga orang sahabat yang sempat asing sudah kembali bersama-sama lagi. Meskipun sempat asing, kami masih tetap bisa kembali bersama karena tidak akan pernah ada yang bisa memisahkan kami bertiga".
Komentar
Posting Komentar